A. Latar Belakang
Biologi laut, yakni iilmu pengetahuan tentang kehidupan biota laut, berkembang begitu cepat untuk mengungkap rahasia kehidupan berbagai jenis biota laut yang jumlah jenisnya luar biasa besarnya dan keanekaragaman jenisnya luar biasa tingginya. Tingginya keanekaragaman jenis biota laut barangkali hanya dapat ditandingi oleh keanekaragaman jenis biota di hutan hujan tropik di darat. Laut seperti halnya daratan, dihuni oleh biota, yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup.
Lingkungan laut sangat luas cakupannya dan sangat majemuk sifatnya. Karena luasnya dan majemuknya lingkungan tersebut, tiada satu kelompok biota laut pun yang mampu hidup di semua bagian lingkungan laut tersebut dan di segala kondisi lingkungan yang majemuk. Mereka dikelompok-kelompokkan oleh pengaruh sifat-sifat lingkungan yang berbeda-beda ke dalam lingkungan-lingkungan yang berbeda pula. Para ahli oseanologi membagi-bagi lingkungan laut menjadi zona-zona atau mintakat-mintakat menurut kriteria-kriteria yang berbeda-beda (Romimohtarto, 2005)
Pemanfaatan biota laut yang makin hari makin meningkat dibarengi oleh kemajuan pengetahuan tentang kehidupan biologi yang tertampung dalam ilmu pengetahuan alam laut yang dinamakan biologi laut (marine biology). Sedangkan ilmu yang mempelajari hubungan antara biota laut dan lingkungannya dan antara mereka sendiri dinamakan ekologi (ecology). Biota yang ada di laut diantaranya terumbu karang, lamun, dan mangrove yang termasuk perpaduan antara laut dan daratan kata lain perairan payau.
A. Mangrove
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat dimana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai dimana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu (Anonymousb, 2009).
Menurut Romimontarto (2005), mangrove umumnya berupa hutan yang terletak di tepi pantai laut di mintakat pasut. Hutan ini umumnya lebat dan berawa-rawa sehingga penelitian dengan menggunakan metode transek tidak mudah. Para peneliti harus bekerja keras untuk dapat melakukan penelitian dengan metode tersebut, tumbuh-tumbuhan mangrove yang khas kebanyakan beradaptasi seperti yang telah diterangkan. Beberapa jenis seperti Avicennia hidup di habitat yang berair lebih asin sedangkan Nypa fructicans terdapat pada habitat yang berair lebih tawar. Beberapa hewan mangrove beradaptasi hidup melekat pada akar Rizophora dan Bruguiera. Bersama mereka biasanya terdapat masyarakat kecil terdiri dari keong, kerang, kepiting, udang, teritip, isopoda, amphipoda, cacing, sepon dan ikan.
Menurut Prajitno (2007) bahawa hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak-semak,semak yang terdiriitu Genera Tumbuhan Aegiatus Berbunga Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Xylocarpus, Langunculana, Aegiatus, Snaed, dan Conocarpus yang termasuk kedalam 8 familiy. Berdasarkan ketahanannya terhadap genangan pasang air laut, Prajitno (2007) mengelompokkan tumbuhan mangrove menjadi lima, yaitu:
1. Spesies tumbuhan yang selamanya tumbuh di daerah genangan untuk semua pasang naik: pada umumnya tidak ada spesies dapat hidup pada kondisi seperti ini, kecuali Rhizophora mucronata
2. Spesies tumbuhan yang tumbuh di daerah genangan untuk semua pasang medium: spesies yang banyak hidup di sini adalah dari genera Avicennia, yaitu Avicennia alba, A. marine, A. intermedia, dan Sonneratia griffithi, serta spesies Rhizophora mucronata yang tumbuh di tepi sungai.
3. Spesies tumbuhan yang tumbuh di daerah genangan pada pasang naik normal: umumnya tumbuhan mangrove dapat hidup di daerah ini. Namun yang paling dominan adalah spesies dari genera Rizhopora
4. Spesies tumbuhan yang tumbuh di daerah genangan hanya pada pasang-naik tertinggi (spring-tide): cocok untuk spesies Bruguiera gymnorhiza dan B. cylindricat.
5. Spesies tumbuhan yang hanya tumbuh di daerah genangan pada pasang naik lainnya (kadang-kadang digenangi oleh pasang tertinggi): Bruguira gymnorhiza dominan, akan tetapi Rhizophora apiculata dan Xylocarpus granatus dapat tahan di daerah ini.
Menurut (Anonymous, 2009) hutan mangrove terdapat lima zona berdasarkan frekuensi air pasang yaitu:
1. Hutan yang paling dekat dengan laut ditumbuhi oleh Avicennia dan Sonneratia.
2. Hutan pada substrat yang sedikit lebih tinggi yang biasanya dikuasai oleh Bruguiera cylindrical.
3. Kearah daratan lagi hutan dikuasai olah Rhizophora mucronata dan R. apiculata.
4. Hutan yang dikuasai oleh Bruguiera parviflora kadang-kadang dijumpai tanpa jenispohon lainnya.
B. Padang Lamun
Padang lamun adalah ekosistem yang ditumbuhi lamun sebagai vegetasi yang dominan (Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996). Wilayah ini terdapat antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu di mana matahari masih dapat mencapai dasar laut. Padang lamun mendukung kehidupan biota yang cukup beragam dan berhubungan satu sama lain. Jaringan makanan yang terbentuk antara padang lamun dan biota lain adalah sangat kompleks.
Di samping itu, padang lamun adalah “pengekspor” bahan organik ke ekosistem lain seperti ekosistem terumbu karang dan hutan bakau melalui hewan-hewan herbivora atau melaui proses dekomposisi sebagai serasah. Keanekaragaman biota padang lamun adalah cukup tinggi. Sejumlah invertebrata: moluska (Pinna, Lambis, dan Strombus); Echinodermata (teripang - Holoturia, bulu babi – Diadema sp.), dan bintang laut (Archaster, Linckia); serta Krustasea (udang dan kepiting). Di Indonesia, padang lamun sering di jumpai berdekatan dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang
(Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996)
Sehingga interaksi ketiga ekosistem ini sangat erat. Struktur komunitas dan sifat fisik ketiga ekosistem ini saling medukung, sehingga bila salah satu ekosistem terganggu, ekosistem yang lain akan terpengaruh. Seperti terumbu karang, padang lamun memperlambat gerakan arus dan gelombang. Karenanya, sedimen yag tersuspensi dalam air akan mengendap dengan lebih cepat. (Kusumawati, Rinta).
Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata, tempat tinggal bagi biota perairan dan melindungi mereka dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi. Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna bentos tinggi.
Tumbuhan lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga dan berpembuluh (vascular plant) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam air laut. Beberapa jenis lamun bahkan ditemukan tumbuh sampai 8–15 meter dan 40 meter. Tumbuhan lamun jelas memiliki akar, batang, daun, buah dan biji. Lamun termasuk dalam kelas monocotyledoneae, anak kelas alismatidae, yang terdiri atas 2 famili, yaitu hydrocharitacheae dan potamogetonaceae, 12 genera, dan 60 spesies. 7 genera diantaranya berada di perairan tropis, dari famili hydrocharitacheae yaitu enhalus sp., halophila sp., dan thallassia sp., sedangkan dari famili potamogetonaceae, yaitu chymodeceae sp., halodule sp., syringodium sp., dan thalassodendron sp. Lamun termasuk dalam divisi thallophys (tumbuhan berthalus) dengan ciri khas memiliki akar, batang dan daun belum bias dibedakan.
Reproduksi lamun dapat dilakukan secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual terjadi dengan terbentuknya stolon, sedangkan reproduksi seksual terjadi dengan terbentuknya hydrophilus. Tunas berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang merayap pada lamun efektif sebagai alat berbiak. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut lainnya, lamun dapat berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. (Rinta Kusumawati).
Secara umum manfaat lamun terbagi atas dua kelompok, yaitu manfaat ekologis dan manfaat ekonomis. Manfaat ekologis lamun lebih mengarah kepada fungsinya sebagai anggota ekosistem lamun yang dominant, yaitu sebagai:
1. Tempat berlindungnya larva ikan dan biota laut, serta sebagai daerah sumber makanan bagi ikan dan udang.
2. Penahan ombak dan memperlambat aliran arus, atau sebagai pelindung pantai dari abrasi pantai.
Selanjutnya, manfaat ekonomis lamun lebih mengarah pada pemanfaatannya untuk kepentingan hidup manusia, diantaranya:
1. Bahan baku produk-produk tradisional, yaitu bahan baku kompos (pupuk), cerutu, mainan, keranjang anyaman, tumpukan untuk pematang, pengisi kasur, makanan, dan jaring ikan.
2. Bahan baku produk-produk modern , yaitu sebagai penyaring limbah, stabilizator pantai, bahan baku pada pabrik kertas, makanan, obat-obatan, dan sumber bahan kimia (Rinta Kusumawati).
Lamun umumnya teridentifikasi tumbuh dengan subur di perairan yang terbuka dan memiliki dasar perairan pantai yang berpasir mengandung lumpur, pasir, krikil, dan patahan karang mati. Pendukung lain adalah kecerahan perairan yang tinggi, suhu yang stabil, dengan kedalaman sekitar 1 – 10 meter.
Ekosistem lamun dapat berasosiasi dengan baik dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Terumbu karang berperan sebagai penghalang arus air laut sehingga memungkinkan komunitas mangrove dan lamun di belakangnya dapat tumbuh dengan baik. Lamun, kemudian berperan untuk menahan sedimen dan memperlambat gerakan air, sehingga menguntungkan bagi terumbu karang yang sangat rentan terhadap kelimpahan sedimen. Mangrove juga berperan sebagai penahan sedimen, terutama yang berasal dari daratan, sehingga mengurangi kemungkinan penutupan lumpur pada terumbu karang dan padang lamun. Kumpulan sedimen yang terkumpul, pada gilirannya dapat menjadi substrat bagi komunitas mangrove. (Hutabarat,S. 1985). Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan lamun adalah sebagai berikut:
1. Kecerahan
Lamun membutuhkan intensitas cahaya untuk berfotosintesis. Hal ini menyebabkan sulitnya lamun tumbuh di perairan yang lebih dalam. Intensitas cahaya untuk laju fotosintesis lamun ditunjukkan dengan peningkataan suhu dari 29–35°C untuk Zostera marina, 30°C untuk Cymidoceae nodosa dan 25–30°C untuk Posidonia oceanica (Anonim,2009).
2. Kekeruhan
Kekeruhan secara tidak langsung lamun karena dapat menghalangi penetrasi cahaya yang dibutuhkan lamun untuk berfotosintesis. Kekeruhan dapat disebabkan karena partikel-partikel tersuspensi dari bahan organik atau sedimen, terutama dengan ukuran yang halus dan dalam jumlah yang berlebih. Pada perairan pantai yang keruh, maka cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi lamun.
3. Temperatur
Suhu optimal untuk pertumbuhan lamun yaitu 28–30°C. Kemampuan proses fotosintesis akan menurun dengan tajam apabila temperatur perairan berada di luar kisaran optimal tersebut. Suhu yang baik untuk mengontrol produktifitas lamun pada air adalah sekitar 20–30°C suntuk jenis Thalassia testudinum dan sekitar 30°C untuk Syringodium filiforme (Anonim, 2009) .
C. Terumbu Karang
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hew an karang. Karang adalah hew an tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hew an berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa.
Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter
(Romimohtarto,K. dan S, Juwana. 1999).
Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari:
1. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri.
2. Ronggatubu(coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan (gastrovascular)
3. Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur).
PERIKANAN
Senin, 06 Februari 2012
Jumat, 24 Juni 2011
Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan Perikanan
Pengertian pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan
Menurut Suryono (2003) Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Pelabuhan biasanya memiliki alat-alat yang dirancang khusus untuk memuat dan membongkar muatan kapal-kapal yang berlabuh. Crane dan gudang berpendingin juga disediakan oleh pihak pengelola maupun pihak swasta yang berkepentingan. Sering pula disekitarnya dibangun fasilitas penunjang seperti pengalengan dan pemrosesan barang. Peraturan Pemerintah RI No.69 Tahun 2001 mengatur tentang pelabuhan dan fungsi serta penyelengaraannya.
Kata pelabuhan laut digunakan untuk pelabuhan yang menangani kapal-kapal laut. Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang digunakan untuk berlabuhnya kapal-kapal penangkap ikan serta menjadi tempat distribusi maupun pasar ikan.
Pelabuhan Perikanan adalah salah satu paduan dari wilayah perairan tertentu yang tertutup dan terlindung dari gangguan badai dan merupakan tempat yang aman untuk akomodasi kapal-kapal yang sedang mengisi bahan bakar, perbekalan, perbaikan dan bongkar muat barang (Guckian dalam Hudaibiah, 2007).
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalah tempat berlabuh atau bertambahnya perahu/kapal perikanan guna mendaparatkan hasil tangkapannya, memuat perbekalan kapal serta sebagai basis kegiatan produksi, pengolahan, pemasaran ikan dan pembinaan masyarakat perikanan (Anonimous).
Tempat Pendaratan Ikan (TPI) adalah tempat para nelayan mendaratkan hasil tangkapanya atau merupakan pelabuhan perikanan skala lebih kecil (Anonimous).
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian (1981) Pelabuhan Perikanan Adalah Pelabuhan yang Secara Khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasaranya.
Klasifikasi Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan
Direktorat Jenderal Perikanan (1994), membagi pelabuhan perikanan berdasarkan fungsi, kapasitas akomodasi, distribusi dan ruang lingkup menjadi :
1. Pelabuhan Perikanan Samudera (Tipe A).
2. Pelabuhan Perikanan Nusantara (Tipe B).
3. Pelabuhan Perikanan Pantai (Tipe C).
4. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).
2. Pelabuhan Perikanan Nusantara (Tipe B).
3. Pelabuhan Perikanan Pantai (Tipe C).
4. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).
Kriteria dari Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalah sebagai berikut :
1. Pangkalan pendaratan ikan merupakan unit pelaksana teknis daerah dan kegiatan perikanan yang dilakukan masih bersifat tradisional.
2. Jumlah Ikan yang didaratkan minimum sampai dengan 5 ton/hari.
3. Dapat menampung kapal sampai dengan ukuran 5 GT sejumlah 15 unit sekaligus.
4. Panjang dermaga skurang-kurangnya 50 M dengan kedalaman kolam minus 2M.
5. Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 2 Ha.
Berikut ini tabel karakteristik Pelabuhan Perikanan di Indonesia berdasarkan kapasitas dan kemampuan pelabuhan untuk menangani kapal yang datang dan pergi serta letak dan posisi pelabuhan. (Tabel 1).
No | Kriteria Pelabuhan Perikanan | PPS | PPN | PPP | PPI |
1 | Daerah operasional kapal ikan yang dilayani | Wilayah laut teritorial, Zona Ekonomi Ekslusif (ZEEI) dan perairan internasional | Perairan ZEEI dan laut teritorial | Perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, wilayah ZEEI | Perairan pedalaman dan perairan kepulauan |
2 | Fasilitas tambat/labuh kapal | >60 GT | 30-60 GT | 10-30 GT | 3-10 GT |
3 | Panjang dermaga dan Kedalaman kolam | >300 m dan >3 m | 150-300 m dan >3 m | 100-150 m dan >2 m | 50-100 m dan >2 m |
4 | Kapasitas menampung Kapal | >6000 GT (ekivalen dengan 100 buah kapal berukuran 60 GT) | >2250 GT (ekivalen dengan 75 buah kapal berukuran 30 GT) | >300 GT (ekivalen dengan 30 buah kapal berukuran 10 GT) | >60 GT (ekivalen dengan 20 buah kapal berukuran 3 GT) |
5 | Volume ikan yang didaratkan | rata-rata 60 ton/hari | rata-rata 30 ton/hari | - | - |
6 | Ekspor ikan | Ya | Ya | Tidak | Tidak |
7 | Luas lahan | >30 Ha | 15-30 Ha | 5-15 Ha | 2-5 Ha |
8 | Fasilitas pembinaan mutu hasil perikanan | Ada | Ada/Tidak | Tidak | Tidak |
9 | Tata ruang (zonasi) pengolahan/pengembangan industri perikanan | Ada | Ada | Ada | Tidak |
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesi (2010).
Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan
Pangkalan Pendaratan Ikan merupakan tempat bertambat dan labuh perahu/kapal perikanan, tempat pendaratan hasil perikanan dan melelangkannya yang meliputi areal perairan dan daratan, dalam rangka memberikan pelayanan umum serta jasa, untuk memperlancar kegiatan usaha perikanan baik penangkapan ikan mauoun pengolahannya. Pangkalan Pendaratan Ikan sebgai salah satu unsur prasarana ekonomi, dibangun dengan tujuan untuk menunjang keberhasilan pembangunan perikanan, terutama perikanan skala kecil.
Sesuai dengan fungsinya, ruang lingkup kegiatan PPI meliputi tiga hal pokok :
1. Kegiatan yang berkaitan dengan produksi, meliputi ; tambat labuh perahu / kapal perikanan, bongkar muaat hasil tangkapan, penyaluran perbekalan kapal dan awak kapal serta pemeliharaan kapal dan alat-alat perikanan.
2. Kegiatan yang berkaitan dengan pengolahan dan pemasaran hasil meliputi ; penanganan hasil tangkapan, pelelangan ikan, pengepakan, penyaluran / distribusi, pengolahan dan pengawetan.
3. Kegiatan pembinaan dan pengembangan masyarakat nelayan, meliputi ; penyuluhan dan pelatihan, pengaturan (keamanan, pengawasan dan perizinan), pengumpulan data statistik perikanan serta pembinaan perkoperasian dan ketrampilan nelayan.
Ditinjau dari fungsinya, Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) merupakan prasarana penangkapan yang diperuntukkan bagi pelayanan masyarakat nelayan berskala usaha kecil dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi perikanan, pengembangan wilayah, agribisnis dan agroindustri serta sebagai pendukung dalam pelaksanaan otonomi daerah. Fasilitas yang tersedia di PPI terdiri dari fasilitas dasar (pokok), fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. (Direktorat Jenderal Perikanan, 1996/ 1997).
Sedangkan menurut Direktorat Jenderal Perikanan 1995 (dalam Sulistyani, 2005), bahwa fungsi dari pada pelabuhan perikanan adalah sebagai berikut :
a. Pusat pengembangan masyarakat nelayan;
Sebagai sentral kegiatan masyarakat nelayan, Pelabuhan Perikanan diarahkan dapat mengakomodir kegiatan nelayan baik nelayan berdomisili maupun nelayan pendatang.
b. Tempat berlabuh kapal perikanan;
Pelabuhan Perikanan yang dibangun sebagai tempat berlabuh (landing) dan tambat / merapat (mouring) kapal-kapal perikanan, berlabuh/merapatnya kapal perikanan tersebut dapat melakukan berbagai kegiatan misalnya untuk mendaratkan ikan (unloading), memuat perbekalan (loading), istirahat (berthing), perbaikan apung (floating repair) dan naik dock (docking). Sehingga sarana atau fasilitas pokok pelabuhan perikanan seperti dermaga bongkar, dermaga muat, dock/slipway menjadi kebutuhan utama untuk mendukung aktivitas berlabuhnya kapal perikanan tersebut.
c. Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan;
Sebagai tempat pendaratan ikan hasil tangkap (unloading activities) Pelabuhan Perikanan selain memiliki fasilitas dermaga bongkar dan lantai dermaga (apron ) yang cukup memadai, untuk menjamin penanganan ikan (fish handling) yang baik dan bersih didukung pula oleh sarana / fasilitas sanitasi dan wadah pengangkat ikan.
d. Tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan;
Pelabuhan Perikanan dipersiapkan untuk mengakomodir kegiatan kapal perikanan, baik kapal perikanan tradisional maupun kapal motor besar untuk kepentingan pengurusan administrasi persiapan ke laut dan bongkar ikan, pemasaran / pelelangan dan pengolahan ikan hasil tangkap.
e. Pusat penanganan dan pengolahan mutu hasil perikanan;
Prinsip penanganan dan pengolahan produk hasil perikanan adalah bersih, cepat dan dingin (clean, quick and cold). Untuk memenuhi prinsip tersebut setiap Pelabuhan Perikanan harus melengkapi fasilitas–fasilitasnya seperti fasilitas penyimpanan (cold storage) dan sarana / fasilitas sanitasi dan hygien, yang berada di kawasan Industri dalam lingkungan kerja Pelabuhan Perikanan.
f. Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan;
Dalam menjalankan fungsi, Pangkalan Pendaratan Ikan dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan (TPI), pasar ikan (Fish Market) untuk menampung dan mendistribusikan hasil penangkapan baik yang dibawa melalui laut maupun jalan darat.
g. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan;
Pengendalian mutu hasil perikanan dimulai pada saat penangkapan sampai kedatangan konsumen. Pelabuhan Perikanan sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap selayaknya dilengkapai unit pengawasan mutu hasil perikanan seperti laboratorium pembinaan dan pengujian mutu hasil perikanan (LPPMHP) dan perangkat pendukungnya, agar nelayan dalam melaksanakan kegiatannya lebih terarah dan terkontrol mutu produk yang dihasilkan.
h. Pusat penyuluhan dan pengumpulan data;
Untuk meningkatkan produktivitas, nelayan memerlukan bimbingan melalui penyuluhan baik secara teknis penangkapan maupun management usaha yang efektif dan efisien, sebaliknya untuk membuat langkah kebijaksanaan dalam pembinaan masyarakat nelayan dan pemanfaatan sumberdaya ikan selain data primer melalui penelitian data sekunder diperlukan untuk itu, maka untuk kebutuhan tersebut dalam kawasan Pelabuhan Perikanan merupakan tempat terdapat unit kerja yang bertugas melakukan penyuluhan dan pengumpulan data.
i. Pusat pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan;
Pelabuhan Perikanan sebagai basis pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan. Kegiatan pengawasan tersebut dilakukan dengan pemeriksaan spesifikasi teknis alat tangkap dan kapal perikanan, ABK, dokumen kapal ikan dan hasil tangkapan. Sedangkan kegiatan pengawasan dilaut, Pelabuhan Perikanan dapat dilengkapi dengan pos/pangkalan bagi para petugas pengawas yang akan melakukan pengawasan dilaut.
Fasilitas Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan Perikanan memiliki berbagai fungsi, yaitu :
1. Fasilitas Pokok (basic fascilities)
2. Fasilitas Fungsional (functional fascilities)
Fasilitas pokok pelabuhan terdiri atas : fasilitas perlindungan (protective fascilities), fasilitas tambat (mooring fascilities) dan fasilitas perairan pelabuhan (water side fascilities). Fasilitas fungsional terdiri atas berbagai fasilitas untuk melayani berbagai kebutuhan lainnya di areal pelabuhan tersebut seperti bantuan navigasi, layanan transportasi, layanan suplai kebutuhan bahan bakar minyak dan pelumas, tempat penanganan dan pengolahan ikan, fasilitas darat untuk perbaikan jaring, perbengkelan untuk perbaikan dan pemeliharaan kapal, layanan kebutuhan air bersih dan perbekalnan melaut dan lain sebagainya (Murdiyanto 2003 dalam Sulistyani, 2005).
Menurut Lubis (2000), fasilitas fungisional dapat dikelompokkan menjadi empat bagian berdasatrkan fungsinya, yaitu :
a. Untuk penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya, yang terdiri dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pemeliharaan dan pengolahan hasil tangkapan ikan, pabrik es, gudang es, refrigerasi / fasilitas pendingin dan gedung-gedung pemasaran.
b. Untuk pemeliharaan dan perbaikan armada alat penengkapan ikan, ruang mesin, tempat penjemuran alat penangkapan ikan, bengkel, slipways dan gudang jaring.
c. Untuk perbekalan yang terdiri dari : tangki dan instalasi air minum serta BBM.
d. Untuk komunikasi yang terdiri dari dari : stasiun jaringan telepon, radio SSB.
Pembangunan dan penyediaan fasilitas prasarana perikanan dan dalam hal ini Pelabuhan Perikanan yang dibangun oleh Pemerintah. Direktorat Jenderal Perikanan dalam menunjang perkembangan kegiatan penangkapan ikan di laut adalah sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pada Pasal 41 yang isinya sebagai berikut :
(1) Pemerintah menyelenggarakan dan membina pelabuhan perikanan.
(2) Menteri menetapkan :
a. rencana induk pelabuhan secara nasional
b. klasifikasi pelabuhan perikanan dan suatu tempat yang merupakan bagian perairan dan daratan tertentu yang menjadi wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan
c. persyaratan dan/atau standar teknis dan akreditasi kompetensi dalam perencanaan, pembangunan, operasional, pembinaan dan pengawasan pelabuhan perikanan
d. pelabuhan perikanan yang tidak dibangun oleh pemerintah.
Tempat Pelelangan Ikan
Ikan merupakan komoditi yang mudah busuk. Sesudah diangkat dari kapal, ikan harus segera ditangani secara tepat untuk mempertahankan mutu ikan secara maksimum. Sistem pemasaran menjadi kompleks karena sifatnya yang mudah busuk.
Beberapa cara pelayanan untuk mendistribusikan produk perikanan yang dapat dilakukan :
1. Melalui tempat pelelangan ikan di pelabuhan perikanan dan pasar induk di luar kota sebelum akhirnya sampai pada konsumen.
2. Diangkut dengan kapal langsung ke pasar di kota konsumen tanpa melewati tempat pelelangan ikan.
3. Para pengolah membeli ikan untuk bahan mentah di tempat pelelangan.
4. Setelah membeli ikan di pelelangan ikan, tengkulak memasok para konsumen di lingkungan perkotaan seperti restoran, pabrik, rumah sakit, pasar swalayan dan sebagainya.
Hasil tangkapan yang dibongkar dari kapal ikan perlu mendapatkan pelayanan yang memudahkan terlaksananya pekerjaan dalam serangkaian proses seperti sortasi, pencucian, penimbangan, penjualan dan pengepakan di tempat pelelangan ikan (TPI) tersebut. Setelah itu ikan dikirim sebagian untuk konsumsi lokal dalam bentuk segar, sebagian lainnya ke pabrik untuk prosesing dan sisanya ke tempat pembekuan ikan untuk diawetkan.
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan salah satu fasilitas fungsional yang disediakan di setiap Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Dengan demikian TPI merupakan bagian dari pengelolaan PPI. Fasilitas lain yang disediakan oleh PPI adalah fasilitas dasar seperti dermaga, kolam pelabuhan, alur pelayaran serta fasilitas penunjang seperti gudang, MCK, keamanan dan lain sebagainya.
Langganan:
Postingan (Atom)