A. Latar Belakang
Biologi laut, yakni iilmu pengetahuan tentang kehidupan biota laut, berkembang begitu cepat untuk mengungkap rahasia kehidupan berbagai jenis biota laut yang jumlah jenisnya luar biasa besarnya dan keanekaragaman jenisnya luar biasa tingginya. Tingginya keanekaragaman jenis biota laut barangkali hanya dapat ditandingi oleh keanekaragaman jenis biota di hutan hujan tropik di darat. Laut seperti halnya daratan, dihuni oleh biota, yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup.
Lingkungan laut sangat luas cakupannya dan sangat majemuk sifatnya. Karena luasnya dan majemuknya lingkungan tersebut, tiada satu kelompok biota laut pun yang mampu hidup di semua bagian lingkungan laut tersebut dan di segala kondisi lingkungan yang majemuk. Mereka dikelompok-kelompokkan oleh pengaruh sifat-sifat lingkungan yang berbeda-beda ke dalam lingkungan-lingkungan yang berbeda pula. Para ahli oseanologi membagi-bagi lingkungan laut menjadi zona-zona atau mintakat-mintakat menurut kriteria-kriteria yang berbeda-beda (Romimohtarto, 2005)
Pemanfaatan biota laut yang makin hari makin meningkat dibarengi oleh kemajuan pengetahuan tentang kehidupan biologi yang tertampung dalam ilmu pengetahuan alam laut yang dinamakan biologi laut (marine biology). Sedangkan ilmu yang mempelajari hubungan antara biota laut dan lingkungannya dan antara mereka sendiri dinamakan ekologi (ecology). Biota yang ada di laut diantaranya terumbu karang, lamun, dan mangrove yang termasuk perpaduan antara laut dan daratan kata lain perairan payau.
A. Mangrove
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat dimana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai dimana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu (Anonymousb, 2009).
Menurut Romimontarto (2005), mangrove umumnya berupa hutan yang terletak di tepi pantai laut di mintakat pasut. Hutan ini umumnya lebat dan berawa-rawa sehingga penelitian dengan menggunakan metode transek tidak mudah. Para peneliti harus bekerja keras untuk dapat melakukan penelitian dengan metode tersebut, tumbuh-tumbuhan mangrove yang khas kebanyakan beradaptasi seperti yang telah diterangkan. Beberapa jenis seperti Avicennia hidup di habitat yang berair lebih asin sedangkan Nypa fructicans terdapat pada habitat yang berair lebih tawar. Beberapa hewan mangrove beradaptasi hidup melekat pada akar Rizophora dan Bruguiera. Bersama mereka biasanya terdapat masyarakat kecil terdiri dari keong, kerang, kepiting, udang, teritip, isopoda, amphipoda, cacing, sepon dan ikan.
Menurut Prajitno (2007) bahawa hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak-semak,semak yang terdiriitu Genera Tumbuhan Aegiatus Berbunga Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Xylocarpus, Langunculana, Aegiatus, Snaed, dan Conocarpus yang termasuk kedalam 8 familiy. Berdasarkan ketahanannya terhadap genangan pasang air laut, Prajitno (2007) mengelompokkan tumbuhan mangrove menjadi lima, yaitu:
1. Spesies tumbuhan yang selamanya tumbuh di daerah genangan untuk semua pasang naik: pada umumnya tidak ada spesies dapat hidup pada kondisi seperti ini, kecuali Rhizophora mucronata
2. Spesies tumbuhan yang tumbuh di daerah genangan untuk semua pasang medium: spesies yang banyak hidup di sini adalah dari genera Avicennia, yaitu Avicennia alba, A. marine, A. intermedia, dan Sonneratia griffithi, serta spesies Rhizophora mucronata yang tumbuh di tepi sungai.
3. Spesies tumbuhan yang tumbuh di daerah genangan pada pasang naik normal: umumnya tumbuhan mangrove dapat hidup di daerah ini. Namun yang paling dominan adalah spesies dari genera Rizhopora
4. Spesies tumbuhan yang tumbuh di daerah genangan hanya pada pasang-naik tertinggi (spring-tide): cocok untuk spesies Bruguiera gymnorhiza dan B. cylindricat.
5. Spesies tumbuhan yang hanya tumbuh di daerah genangan pada pasang naik lainnya (kadang-kadang digenangi oleh pasang tertinggi): Bruguira gymnorhiza dominan, akan tetapi Rhizophora apiculata dan Xylocarpus granatus dapat tahan di daerah ini.
Menurut (Anonymous, 2009) hutan mangrove terdapat lima zona berdasarkan frekuensi air pasang yaitu:
1. Hutan yang paling dekat dengan laut ditumbuhi oleh Avicennia dan Sonneratia.
2. Hutan pada substrat yang sedikit lebih tinggi yang biasanya dikuasai oleh Bruguiera cylindrical.
3. Kearah daratan lagi hutan dikuasai olah Rhizophora mucronata dan R. apiculata.
4. Hutan yang dikuasai oleh Bruguiera parviflora kadang-kadang dijumpai tanpa jenispohon lainnya.
B. Padang Lamun
Padang lamun adalah ekosistem yang ditumbuhi lamun sebagai vegetasi yang dominan (Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996). Wilayah ini terdapat antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu di mana matahari masih dapat mencapai dasar laut. Padang lamun mendukung kehidupan biota yang cukup beragam dan berhubungan satu sama lain. Jaringan makanan yang terbentuk antara padang lamun dan biota lain adalah sangat kompleks.
Di samping itu, padang lamun adalah “pengekspor” bahan organik ke ekosistem lain seperti ekosistem terumbu karang dan hutan bakau melalui hewan-hewan herbivora atau melaui proses dekomposisi sebagai serasah. Keanekaragaman biota padang lamun adalah cukup tinggi. Sejumlah invertebrata: moluska (Pinna, Lambis, dan Strombus); Echinodermata (teripang - Holoturia, bulu babi – Diadema sp.), dan bintang laut (Archaster, Linckia); serta Krustasea (udang dan kepiting). Di Indonesia, padang lamun sering di jumpai berdekatan dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang
(Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996)
Sehingga interaksi ketiga ekosistem ini sangat erat. Struktur komunitas dan sifat fisik ketiga ekosistem ini saling medukung, sehingga bila salah satu ekosistem terganggu, ekosistem yang lain akan terpengaruh. Seperti terumbu karang, padang lamun memperlambat gerakan arus dan gelombang. Karenanya, sedimen yag tersuspensi dalam air akan mengendap dengan lebih cepat. (Kusumawati, Rinta).
Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata, tempat tinggal bagi biota perairan dan melindungi mereka dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi. Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna bentos tinggi.
Tumbuhan lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga dan berpembuluh (vascular plant) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam air laut. Beberapa jenis lamun bahkan ditemukan tumbuh sampai 8–15 meter dan 40 meter. Tumbuhan lamun jelas memiliki akar, batang, daun, buah dan biji. Lamun termasuk dalam kelas monocotyledoneae, anak kelas alismatidae, yang terdiri atas 2 famili, yaitu hydrocharitacheae dan potamogetonaceae, 12 genera, dan 60 spesies. 7 genera diantaranya berada di perairan tropis, dari famili hydrocharitacheae yaitu enhalus sp., halophila sp., dan thallassia sp., sedangkan dari famili potamogetonaceae, yaitu chymodeceae sp., halodule sp., syringodium sp., dan thalassodendron sp. Lamun termasuk dalam divisi thallophys (tumbuhan berthalus) dengan ciri khas memiliki akar, batang dan daun belum bias dibedakan.
Reproduksi lamun dapat dilakukan secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual terjadi dengan terbentuknya stolon, sedangkan reproduksi seksual terjadi dengan terbentuknya hydrophilus. Tunas berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang merayap pada lamun efektif sebagai alat berbiak. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut lainnya, lamun dapat berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. (Rinta Kusumawati).
Secara umum manfaat lamun terbagi atas dua kelompok, yaitu manfaat ekologis dan manfaat ekonomis. Manfaat ekologis lamun lebih mengarah kepada fungsinya sebagai anggota ekosistem lamun yang dominant, yaitu sebagai:
1. Tempat berlindungnya larva ikan dan biota laut, serta sebagai daerah sumber makanan bagi ikan dan udang.
2. Penahan ombak dan memperlambat aliran arus, atau sebagai pelindung pantai dari abrasi pantai.
Selanjutnya, manfaat ekonomis lamun lebih mengarah pada pemanfaatannya untuk kepentingan hidup manusia, diantaranya:
1. Bahan baku produk-produk tradisional, yaitu bahan baku kompos (pupuk), cerutu, mainan, keranjang anyaman, tumpukan untuk pematang, pengisi kasur, makanan, dan jaring ikan.
2. Bahan baku produk-produk modern , yaitu sebagai penyaring limbah, stabilizator pantai, bahan baku pada pabrik kertas, makanan, obat-obatan, dan sumber bahan kimia (Rinta Kusumawati).
Lamun umumnya teridentifikasi tumbuh dengan subur di perairan yang terbuka dan memiliki dasar perairan pantai yang berpasir mengandung lumpur, pasir, krikil, dan patahan karang mati. Pendukung lain adalah kecerahan perairan yang tinggi, suhu yang stabil, dengan kedalaman sekitar 1 – 10 meter.
Ekosistem lamun dapat berasosiasi dengan baik dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Terumbu karang berperan sebagai penghalang arus air laut sehingga memungkinkan komunitas mangrove dan lamun di belakangnya dapat tumbuh dengan baik. Lamun, kemudian berperan untuk menahan sedimen dan memperlambat gerakan air, sehingga menguntungkan bagi terumbu karang yang sangat rentan terhadap kelimpahan sedimen. Mangrove juga berperan sebagai penahan sedimen, terutama yang berasal dari daratan, sehingga mengurangi kemungkinan penutupan lumpur pada terumbu karang dan padang lamun. Kumpulan sedimen yang terkumpul, pada gilirannya dapat menjadi substrat bagi komunitas mangrove. (Hutabarat,S. 1985). Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan lamun adalah sebagai berikut:
1. Kecerahan
Lamun membutuhkan intensitas cahaya untuk berfotosintesis. Hal ini menyebabkan sulitnya lamun tumbuh di perairan yang lebih dalam. Intensitas cahaya untuk laju fotosintesis lamun ditunjukkan dengan peningkataan suhu dari 29–35°C untuk Zostera marina, 30°C untuk Cymidoceae nodosa dan 25–30°C untuk Posidonia oceanica (Anonim,2009).
2. Kekeruhan
Kekeruhan secara tidak langsung lamun karena dapat menghalangi penetrasi cahaya yang dibutuhkan lamun untuk berfotosintesis. Kekeruhan dapat disebabkan karena partikel-partikel tersuspensi dari bahan organik atau sedimen, terutama dengan ukuran yang halus dan dalam jumlah yang berlebih. Pada perairan pantai yang keruh, maka cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi lamun.
3. Temperatur
Suhu optimal untuk pertumbuhan lamun yaitu 28–30°C. Kemampuan proses fotosintesis akan menurun dengan tajam apabila temperatur perairan berada di luar kisaran optimal tersebut. Suhu yang baik untuk mengontrol produktifitas lamun pada air adalah sekitar 20–30°C suntuk jenis Thalassia testudinum dan sekitar 30°C untuk Syringodium filiforme (Anonim, 2009) .
C. Terumbu Karang
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hew an karang. Karang adalah hew an tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hew an berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa.
Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter
(Romimohtarto,K. dan S, Juwana. 1999).
Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari:
1. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri.
2. Ronggatubu(coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan (gastrovascular)
3. Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur).